Contoh PTK _tingkat hasil belajar Pengetahuan Sosial (Geografi) siswa kelas 6 SD Pulungan dengan dikembangkan pembelajaran kontekstual model berkemah dan media pembelajaran lingkungan alam sekitar

Pengetahuan Sosial adalah salah satu bidang studi yang diajarkan di SD mulai kelas 1 sampai dengan  kelas 6 yang terdiri atas bidang kajian kewarganegaraan, geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Khususnya pada pelajaran geografi, ditengarai banyak siswa kelas 6 SD yang belum terampil membaca peta dan memaknai berbagai konsep geografi secara benar. Hasil identifikasi awal ditemukan ada 2 sekolah di antara 24 SDN yang ada di kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo siswanya belum bisa membaca peta secara benar, yaitu SDN Pulungan dan SDN Pepe. Di antara siswa kelas 6 masih banyak yang salah ketika ditugasi membaca dan mengidentifikasi informasi melalui peta, dan memaknai pelajaran geografi sebagai mata pelajaran yang dihafal, bukan diphami secara mendalam (deep understanding) untuk keperluan kehidupan nyata berkaitan dengan konsep ruang, waktu,  dan wilayah. Pemaknaan yang salah inilah mengakibatkan motivasi belajar geografi siswa sangat rendah. Tentunya akan memberikan dampak akademik dalam bentuk hasil belajar Pengetahuan Sosial (geografi) siswa juga rendah.

Informasi yang dapat diperoleh melalui peta, di antaranya: (1) letak suatu tempat, misalnya letak desa, kecamatan, atau kota, (2) jalur transportasi yang tersedia untuk menuju suatu tempat ke tempat lain, (3) tempat-tempat penting, misalnya rumah sakit, tempat wisata, (4) letak sungai, gunung atau danau dan sebagainya. Melalui membaca peta, ada beberapa aspek yang dapat dikembangkan pada diri siswa, di ataranya adalah tanggap terhadap lingkungan sekitar, kemampuan menganalisis suatu tempat, dan kemampuan  berkomunikasi melalui peta. Konsep-konsep geogarfi yang perlu dipahami siswa secara mendalam, di antaranya adalah hasil wawancara peneliti dengan guru mata pelajaran Pengetahuan Sosial (29 Agustus 2005) SDN Pulungan, dijelaskan bahwa anak-anak kelas 6 ada 72,5% dari 40 siswa masih sulit membaca peta, lebih-lebih jika disuruh menceritakan tentang informasi yang dapat diperoleh melalui peta. Mereka belum dapat menjelaskan berbagai hal yang dapat diperoleh melalui membaca peta, bahkan berbagai simbol yang ada dalam peta, banyak juga yang belum memahaminya. Misalnya jalan kereta api, gunung, sungai, kota kecamatan, kota/kabupaten, ibukota propinsi bahkan ibukota suatu negara. bahwa sekitar 63,8% dari 36 siswa kelas 6 yang belum terampil membaca peta, bahkan juga belum dapat memaknai secara benar berbagai identitas/simbol yang ada dalam peta. Kondisi ini menjadi keluhan guru mata pelajaran Pengetahuan Sosial, dan hal ini hampir ditemukan setiap tahun. Selain itu setiap pembelajaran geografi berlangsung, ada kecenderungan siswa kurang 'asyik' belajar geografi, ketika mereka diajak membahas suatu konsep, misalnya "Iklim di Indonesia." Untuk mencermati iklim di Indonesia, siswa tidak hanya dibelajarkan tentang definisi iklim saja, mereka juga perlu mencermati berbagai faktor yang mempengaruhi adanya iklim di Indonesia, arah angin, keadaan wilayah, dan sebagainya. Agar siswa dapat memahami secara mendalam berkaitan bahasan Iklim, maka peta iklim di Indonesia dapat diberdayakan sebagai media pembelajaran. Yang menjadi pertanyaan adalah, sudah terampilkah siswa membaca peta iklim? Hal inilah rupanya yang menjadi kendala bagi hampir setiap guru geografi di SD. Pertanyaan berikutnya muncul, "Siapakah yang salah?, Bagaimana kemampuan siswa, dan bagaimana keterampilan mengajar guru?" Serentetan pertanyaan ini diduga disebabkan oleh berbagai faktor. Hal ini diduga bahwa selama ini guru berperan sebagai "juru transfer informasi" yang menekankan pada hasil belajar, dan bukan pada proses belajar, bagaimana siswa belajar, dan strategi pembelajaran yang bagaimana yang dapat memotivasi siswa belajar.

Hasil pengamatan peneliti selama 1 bulan, bahwa guru mata pelajaran Pengetahuan Sosial cenderung memilih strategi pembelajaran konvensional (metode ceramah dan tanya jawab). Sementara siswa belum dikenalkan berbagai cara membaca peta, dan juga belum dikenalkan berbagai identitas atau simbol informasi yang ada dalam peta. Di sisi lain siswa belum terkondisi untuk menganalisis sesuatu termasuk bagaimana cara membaca dan mempelajari peta yang benar dengan memaknai berbagai simbol atau identitas yang tertera dalam peta. Pada kompetensi siswa dalam pembelajaran geografi yang lain, misalnya berkemampuan melakukan analisis kebutuhan warga masyarakat dari sisi eknomi, pendidikan, dan transportasi. Selama ini pembelajaran geografi diduga ada kecenderungan bahwa guru hanya berkomunikasi dan berinteraksi satu arah dalam pembelajaran, yaitu antara siswa dengan guru atau sebaliknya. Sementara komunikasi antara siswa dengan siswa frekuensi diberdayakannya sangat rendah. Di sisi lain guru belum optimal memberdayakan lingkungan alam sekitar siswa sebagai media pembelajaran geografi. Dampak yang dijumpai dalam masyarakat, di antaranya adalah siswa cenderung kurang akrab bahkan apatis dengan masyarakat dan lingkungan sekitar dengan berbagai aspek yang ada di alam sekitar.  Suatu contoh, siswa masa bodoh dengan keikursertaan melestarikan fungsi sungai yang ada di depan rumahnya. Mereka menganggap sah-sah saja membuang sampah di sungai. Kondisi inilah yang memicu siswa kurang berkembang kemampuan berpikir kritis. Strategi pembelajaran yang dipilih guru kurang memotivasi belajar siswa. Selain itu ada beberapa potensi siswa, dan penataan lingkungan yang belum dioptimalkan oleh guru. Potensi tersebut, antara lain: (1) belajar kooperatif, dan (2) kemampuan berpikir kritis. Sedangkan penataan lingkungan belajar yang belum dioptimalkan adalah: (1) lingkungan belajar yang menyenangkan, dan (2) lingkungan belajar alam sekitar.

"Pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih 'hidup' dan lebih 'bermakna' karena siswa 'mengalami' sendiri apa yang dipelajarinya" (Nurhadi; Yasin; Senduk, 2004:5). Pada bagian lain disebutkan bahwa teori pembelajaran kontekstual berfokus pada multiaspek lingkungan belajar di antaranya adalah ruang kelas, laboratorium sains, laboratorium komputer, tempat bekerja, tempat-tempat lainnya, misalnya ladang, sungai dan sebagainya (Nurhadi; Yasin; Senduk, 2004). Artinya, bahwa belajar tidak selalu di kelas, sesuai dengan konteks yang dikaji oleh siswa bersama guru dapat juga belajar di luar kelas, di alam bebas misalnya melalui berkemah.

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang sangat memungkinkan siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan suatu bahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Memaknai konsep ini berarti pembelajaran kontekstual menekankan  berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan dan disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis, dan menyintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang. Kemampuan ini dapat  dimiliki oleh siswa jika kemampuan berpikir kritis siswa berkembang secara optimal. Kondisi ini dapat dicapai oleh siswa, jika dirinya memperoleh pemahaman secara mendalam (deep understanding)  terhadap yang telah dipelajarinya, di antaranya adalah keterampilan membaca peta, keterampilan menganalisis berbagai aspek yang ada di masyarakat yang terkait dengan pelajaran Pengetahuan Sosial (geografi).

Berkemah adalah salah satu alat pendidikan dan strategi latihan yang dikembangkan oleh Gerakan Pramuka untuk mendidik anggota Pramuka agar dapat hidup mandiri dengan berkooperatif sesama anggota Pramuka lainnya. Melalui kegiatan perkemahan diharapkan anggota Pramuka dapat memiliki dan memecahkan berbagai persoalan kehidupan, pengetahuan dan keterampilan yang dikemas dalam berbagai kegiatan selama berkemah. Dalam kegiatan berkemah anggota Pramuka berkoperatif dengan anggota Pramuka lainnya untuk memecahkan suatu persoalan  yang dikemas dalam berbagai tugas yang dikerjakan secara beregu/kelompok. Keberhasilan regu/kelompok menyelesaikan tugas adalah hasil kooperatif, bukan pekerjaan individu-individu. Sudah menjadi prinsip dasar pendidikan gerakan Pramuka bahwa setiap keberhasilan regu/kelompok yang mencapai suatu prestasi, pembina Pramuka berkesempatan memberikan penghargaan (reward), begitu juga dalam kegiatan berkemah. Prinsip dasar pendidikan yang dikembangkan oleh gerakan Pramuka ini, sebenarnya selaras dengan pandangan belajar menurut pandangan konstruktivistik yang merupakan landasan konseptual pembelajaran kontekstual.

Kegiatan berkemah yang dikembangkan oleh gerakan Pramuka ini, kiranya dapat diadaptasikan sebagai strategi pembelajaran Pengetahuan Sosial (geografi), khususnya untuk membelajarkan siswa tentang Membaca Peta yang dikemas dalam berbagai kegiatan berkemah dan kemampuan menganalisis potensi yang ada dalam masyarakat di sekitar siswa dengan perbagai sudut kajian (mislanya: ekonomi, pendidikan dan transportasi).

Selama kegiatan berkemah, siswa berada di lingkungan alam bebas tanpa batas dinding kelas. Guru memberdayakan lingkungan alam sekitar sebagai media pembelajaran yang dominan selain menggunakan peta daerah sekitar, baik berupa peta desa, ataupun peta kecamatan. Melalui kegiatan penjelajahan (Hiking), siswa secara beregu/kelompok menggunakan peta untuk menuju berbagai tempat yang harus didatangi untuk memecahkan persoalan/konsep-konsep geografi yang terkait dengan potensi yang ada dalam masyarakat sekitar siswa. Melalui kegiatan berkemah bagi siswa kelas 6 SD Pulungan Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo diharapkan siswa mampu memecahkan persoalan yang terkait dengan pembelajaran geografi, khususnya membaca peta dan menganalisis potensi yang ada dalam masyarakat sekitar siswa.

Berdasarkan permasalahan pembelajaran Pengetahuan Sosial siswa kelas 6 SD yang ditemukan di lapangan, kiranya perlu segera dicari solusi pemecahan, dengan maksud agar hasil belajar Pengetahuan Sosial mereka dapat diperbaiki dan dioptimalkan dengan memilih alternatif  pemecahan melalui pembelajaran kontekstual model berkemah dengan pemberdayaan lingkungan alam sekitar sebagai media pembelajaran.

0 comments